Perjanjian
bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan
sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya
jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, dan
melakukan pekerjaan. Dalam KUHPerdata diatur dalam titel V sampai dengan XVIII
dan diatur dalam KUH Dagang.
Kontrak
nominaat adalah kontrak yang bernama yang diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata
yang menyebutkan, ‘’Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun
yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang
termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.’’
Kontak
nominaat adalah kontrak-kontrak atau perjanjian yang sudah dikenal dalam
KUHPerdata. Dalam KUHPerdata ada lima belas jenis kontrak nominaat, yaitu:
Jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, perjanjian melakukan pekerjaan
(perburuhan), persekutuan perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam
pakai, pinjam-meminjam (pinjam pakai habis), pemberian kuasa, bunga tetap atau
abadi, perjanjian untung-untungan, pananggungan utang, dan perjanjian
perdamaian (Dading). Namun kelompok kami hanya akan menjelaskan beberapa
kontrak nominaat/perjanjian bernama saja di dalam makalah ini diantaranya
adalah:
1. Jual
Beli
Jual beli adalah suatu persetujuan, yaitu
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu hak kebendaan, dan
pihak lain membayar sesuai harga yang diperjanjikan (1457 KUHPerdata).
Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang
terjadi antara dua pihak, yaitu pihak pertama sebagai penjual, sedangkan pihak
kedua sebagai pembeli. Dalam perjanjian jual beli, tiap-tiap pihak memikul hak
dan kewajiban. Pihak kedua berhak menerima barang, sedangkan pihak pertama
berhak menerima uang sebagai pengganti barang. Pihak kedua berkewajiban
membayar harga barang dengan uang, sedangkan pihak pertama berkewajiban
menyerahkan barang yang sudah dibeli.
Untuk terjadinya perjanjian ini
cukup jika kedua belah pihak sudah mencapai persetujuan tentang barang dan
harganya. Peraturan-peraturan tentang penyerahan (levering) dan risiko yang diterangkan diatas ini berlaku jikalau
oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian tidak dibuat sendiri
peraturan-peraturan tentang itu. Justru dalam hal jual beli di dalam praktek
banyak sekali dibuat peraturan-peraturan sendiri dalam kontrak-kontrak yang
bertujuan menyimpang dari ketentuan-ketentuan undang-undang.
2. Tukar-Menukar
Tukar menukar adalah suatu persetujuan,
yaitu kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikian suatu
barang secara timbale balik sebagai suatu ganti barang lainnya (1451
KUHPerdata).
3. Sewa-Menyewa
Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan,
yaitu pihak yang satu mingikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan suatu
barang kepada pihak lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga
yang disanggupi oleh pihak yang terakhir (1548 KUHPerdata).
Perjanjian sewa menyewa adalah kesepakatan
antara dua pihak dalam pengambilan manfaat suatu benda menurut batas waktu yang
telah disepakati. Suatu perjanjian sewa menyewa merupakan suatu perjanjian
dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai
selama suatu waktu tertentu, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan
membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang
ditentukan. Pihak menyewa memikul dua kewajiban pokok, yaitu:
1. Membayar
uang sewa pada waktunya;
2. Memelihara
barang yang disewa itu sebaik-baiknya, seolah-olah itu barang miliknya sendiri.
Dalam
perjanjian sewa-menyewa, pihak pertama sebagai penyewa hanya berhak menerina
manfaat dari benda yang disewa selama waktu yang telah ditetapkan oleh kedua
belah pihak. Contoh, Si A menyewa rumah si B dengan harga satu juta rupiah
untuk satu tahun maka si B berhak menerima harga sewa rumahnya dan berkewajiban
menyerahkan rumahnya untuk disewa selama satu tahun. Pengambilan manfaat dari
perjanjian ini adalah fungsi dari benda yang disewa.
4. Perjanjian
Melakukan Pekerjaan (Perburuhan)
Menurut Subekti, perjanjian kerja atau
perburuhan sudah ada sejak tahun 1926 dan telah dimasukkan ke dalam peraturan
baru dalam BW. Dalam peraturan yang baru terdapat banyak pasal yang bertujuan
melindungi pihak pekerja atau buruh dari tindakan kesewenang-wenangan majikannya.
Misalnya banyak hal-hal yang tidak boleh dimasukkan dalam suatu perjanjian
perburuhan, sedangkan kekuasaan Hakim untuk campur tangan juga besar. Perlu
diterangkan bahwa peraturan-peraturan dalam BW itu berlaku bagi tiap pekerj,
baik ia seorang pekerja harian, maupun ia seorang direktur bank.
Definisi lain bahwa perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian saat pihak yang satu, yaitu si buruh, mengikatkan dirinya untuk
berada dibawah perintah pihak yang lain, yaitu si majikan, untuk suatu waktu
tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah (Pasal 1601a KUHPerdata)
Bentuk perjanjian kerja untuk waktu tertentu berbeda
dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia
dan tulisan latin. Selain itu bentuk perjanjian harus memuat isi perjanjian
kerja baik dalam KUHPerdata maupun dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
PER-05/PER/1986 tentang Kesepakatan Kerja untuk waktu tertentu, tidak
ditentukan isi perjanjian kerja. Adanya jangka waktu perjanjian kerja untuk
waktu tertentu, penggunaan perjanjian kerja dan Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB), kesepakatan kerja bersama dibuat antara serikat pekerja dan perusahaan.
Apabila ada kesepakatan kerja bersama, tidak perlu ada peraturan perusahaan,
begitupun sebaliknya.
Perjanjian kerja dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
a. Perjanjian
perburuhan yang sejati (arbeids-overeenkomst);
b. Perjanjian
pekerjaan borongan (aanneming vanwerk);
c. Perjanjian
pekerjaan pelayanan jasa dan lepasan (overeenkomst
tot het verrichten van enkele diensten).
Sifat-sifat
perjanjian perburuhan yang sejati adalah:
a. Adanya
hubungan antara buruh dan majikan;
b. Adanya
gaji untuk para buruh yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan ukuran Upah
Minimum Regional (UMR);
c. Adanya
masa akhir bekerja, misalnya pensiun atau habis masa kontrak;
d. Adanya
uang pesangon, uang pensiunan, dan yang sejenisnya.
Dalam kaitannya dengan perburuhan, ada yang disebut
dengan istilah nering-beding, yaitu
suatu perjanjian agar para buruh menggunakan upah atau gajinya menurut petunjuk
atau peraturan yang ditetapkan oleh majikan.
Perburuhan bukan hanya bersifat kontrak antara
karyawan dan majikan, tetapi juga ada sanksi-sanksi (strafbeding)
untuk para karyawan yang melanggar peraturan majikannya atau peraturan
perusahaan. Perjanjian antara para buruh dan majikan yang sekaligus menetapkan
sanksi-sanksi tertentu harus tertulis sehingga mempunyai kekuatan hukum.
Dalam perjanjian perburuhan, tidak dilarang
apabila diperjanjikan bahwa para pekerja yang sudah pensiun dari pekerjaannya
tidak akan mendirikan perusahaan yang sama dengan mantan majikannya sehingga
manjadi saingan perusahaan mantan majikannya (concurrentiebeding).
Para buruh yang sudah melakukan perjanjian
kerja tidak dibenarkan berhenti sebelum masa kontrak selesai. Apabila
dilakukan, pihak perusahaan dapat menuntutnya ke pengadilan, kecuali pekerja
tersebut berhenti dengan alas an-alasan tertentu yang dipandang sebagai pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh
pihak perusahaan, tetapi pekerja tersebut wajib membuktikan alas an-alasan
tersebut di depan pengadilan (dringende
redenen), atau sebaliknya pekerja diberhentikan oleh majikan karena alas an
tertentu dan dapat dibuktikan di depan pengadilan. Contoh: (1) para buruh
diberhentikan karena perusahaan bangkrut; (2) karyawan diberhentikan karena
terlalu sering mangkir dalam bekerja; (3) karyawan berhenti bekerja karena
majikan tidak membayar gaji; (4) karyawan berhenti karena sakit atau mangalami
kecelakaan kerja.
Kerja
borongan atau pemborongan pekerjaan (aanneming
van werk) adalah perjanjian antarpihak yang mengambil pekerjaan dengan
pihak yang member pekerjaan dengan bayaran yang ditetapkan lebih awal.
Pekerjaan sistem borongan banyak dilakukan di masyarakat, misalnya pekerjaan
borongan membangun rumah, menjahit pakaian jadi untuk panitia, membuat kaos
untuk anggota partai polotik.
Pemborongan pekerjaan
dibagi dua, yaitu:
a. Borongan
hanya pengerjaannya, sedangkan bahan dari majikan, misalnya membangun rumah,
pekerjaannya diborong, sedangkan bahan materialnya sepenuhnya ditanggung
pemilik rumah;
b. Borongan
pengerjaan sekaligus materialnya, misalnya menjahit pakaian seragam sekolah
sekaligus bahan kainnya ditangani oleh penjahit.
Selain kerja borongan, ada yang disebut dengan kerja lepasan, artinya perjanjian kerja
antara karyawan dan majikan yang sifatnya pengambilan manfaat dari jasa
karyawan tanpa ada ikatan perjanjian kerja lainnya, misalnya tukang yang
diminta mengerjakan pembuatan kusen dan pintu, yang jasanya dibayar per hari
tanpa diberi makan.
Seluruh jenis perjanjian perburuhan dapat
dikategorikan ke dalam perjanjian sewa menyewa jasa yang dalam konsep hukum
perikatan dapat disebut sebagai bagian dari hukum
ketenagakerjaan atau hukum perburuhan.
Pada dasarnya, perjanjian yang berlangsung dalam
kehidupan masyarakat banyak sekali bentuknya, misalnya perjanjian utang
piutang, perjanjian jual beli, perjanjian kerja sama usaha, perjanjian kerja,
dan sebagainya. Semua itu merupakan bagian dari hukum perikatan yang tertuang
dalam perjanjian.
Menurut Salim H.S., setiap pembuatan perjanjian
memerlukan biaya yang meliputi:
a. Biaya
penelitian, meliputi biaya penentuan hak milik yang mana yang diinginkan dan
biaya penentuan bernegosiasi;
b. Biaya
negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya penulisan kontrak, dan biaya
tawar-menawar dalam uraian yang terperinci;
c. Biaya
monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek;
d. Biaya
pelaksanaan, meliputi biaya persidangan dan arbitrase;
e. Biaya
kekeliruan hukum, yang merupakan biaya sosial. Biaya ini akan muncul apabila
hakim membuat kesalahan dalam memutus suatu kasus. Hal ini akan membuat
kesalahan pada kasus-kasus berikutnya.
Dalam kehidupan di masyarakat, banyak perjanjian
yang tanpa biaya, misalnya pekerjaan borongan membangun rumah yang dilakukan
secara lisan antara pihak pemilik rumah dengan pemborong. Dengan demikian,
perjanjian lisan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.
Untuk
suatu perjanjian yang syah harus dipenuhi empat syarat yaitu:
a. Perizinan
yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri
Tiada sepakat yang sah apabila sepakat
itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau
penipuan. Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain
apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok
perjanjian.Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu
hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat
suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena
mengingat dirinya orang tersebut.
Paksaan yang dilakukan terhadap orang
yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga
apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga.
b. Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian;
Setiap orang adalah cakap untuk membuat
perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.
Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah: orang-orang yang belum dewasa,
mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, orang-orang perempuan, dalam hal-hal
yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
c. Suatu
hal yang tertentu yang diperjanjikan
Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang
dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi
halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian
dapat ditentukan atau dihitung.
d. Suatu
sebab (oorzaak) yang halal, artinya
tidak terlarang (pasal 1320).
Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang
telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai
kekuatan. Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sesuatu sebab yang
halal, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripaada yang dinyatakan,
perjanjiannya namun demikian adalah sah. Suatu sebab adalah terlarang, apabila
dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik
atau ketertiban umum.
Akibat Suatu
Perjanjian
Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPer, perjanjian yang
dibuat secara sah, yaitu memenuhi syarat- syarat pasal 1320 KUHPer berlaku
sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali
tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan- alasan yang cukup
menurut undang- undang, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Penafsiran
Suatu Perjanjian
1. Menurut Pasal
1342 KUH Pdt.
“Jika kata-kata suatu perjanjian jelas,
tidaklah diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran”
2. Menurut Pasal
1343 KUH Pdt.
“Jika kata-kata suatu perjanjian dapat
diberikan berbagai macam penafsiran, harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua
belah pihak yang membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti kata-kata
menurut huruf”.
3. Pasal 1345 KUH
Pdt.
“Jika kata-kata dapat diberikan dua
macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan
sifat perjanjian”.
Batalnya Suatu
Perjanjian
1. Batal demi
hukum : suatu perjanjian menjadi batal demi hukum apabila syarat objektif
bagi sahnya suatu perjanjian tidak terpenuhi. Jadi secara yuridis
perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.
2. Atas permintaan
salah satu pihak : pembatalan dimintakan oleh salah satu pihak misalnya
dalam hal ada salah satu pihak yang tidak cakap menurut hukum. Harus ada
gugatan kepada Hakim. Pihak lainnya dapat menyangkal hal itu, maka harus ada
pembuktian.
UU memberikan kebebasan kepada para pihak apakah akan
menghendaki pembatalan atau tidak – oleh UU pembatalan tersebut dibatas sampai
5 thn, diatur oleh pasal 1454 KUHPer tetapi pembatasan waktu
tersebut tidak berlaku bagi pembatalan yang diajukan selaku pembelaan atau
tangkisan.
Asas konsensus yang terdapat dalam pasal 1320
KUHPer tidak berlaku secara keseluruhan tetapi ada
pengecualiannya. Undang-undang menetapkan suatu formalitas untuk perjanjian
tertentu, misalnya hibah benda tak bergerak, maka harus dibuatkan dengan akta
notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat tertulis, dll. Apabila perjanjian
dengan diharuskan dibuat dengan bentuk tertentu tersebut tidak dipenuhi maka
perjanjian itu batal demi hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Hariri
Wawan Muhwan. Hukum Perikatan Dilengkapi
HUkum Perikatan dalam Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 2011.
Prof.
Subekti, S.H. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Bandung : PT Intermasa. 1978
Sudaryat,
S.H., M.H. Legal Officer. Bandung:
Oase Media. 2008